Museum Trinil
Museum
Trinil adalah salah satu museum yang mengoleksi fosil-fosil manusia
purba, khususnya Pithecantropus
Erectus
serta fosil-fosil binatang purba. Museum ini terletak di kecamatan
Kedunggalar, kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tidak seperti
museum-museum lain yang umumnya terletak di tepi jalan raya, museum
Trinil ini justru terletak di dalam atau lebih tepatnya di sebuah
dalam sebuah desa. Meskipun begitu, lokasinya tidak sulit dijangkau
karena berada dekat dengan Jalan raya Ngawi-Solo. Museum
Trinil ini adalah museum yang berstatus sebagai museum internasional
yang berarti mengikuti peraturan internasional. Hal ini dikarenakan
situs Trinil merupakan
situs warisan dunia. Museum Trinil buka setiap hari Selasa sampai Minggu, sedangkan di hari Senin libur. Museum ini letaknya sangat dekat dengan sungai Bengawan Solo. Bahkan dapat dikatakan letaknya berada di tepi sungai Bengawan Solo. Karena letaknya inilah yang menyebabkan di situs Trinil ditemukan fosil manusia purba (Manusia purba pada saat itu banyak tinggal di tepi sungai). Manusia purba yang ditemukan disini adalah Pithecantropus Erectus. Pithecantropus Erectus termasuk manusia tertua yang hidup di jaman pleistosen tengah. Fosil manusia purba ini untuk pertama kalinya ditemukan oleh seorang ilmuwan Belanda yang bernama Eugene Dubois pada tahun 1889.
Di situs Trinil sebenarnya banyak ditemukan fosil Pithecantropus Erectus, namun sebagian besar fosil-fosil ini tidak terdapat di museum Trinil, hal ini dikarenakan fosil-fosil tersebut dibawa ke negeri Belanda. Jadi jika ingin melihat fosil-fosil tersebut harus datang ke Belanda. Yang terdapat di museum Trinil hanyalah fosil yang baru ditemukan saat ini. Bukan hanya fosil yang diketahui saja yang terdapat di museum ini. Namun fosil yang belum diketahui atau masih diteliti juga terdapat disini, Namun tentunya ditempatkan di ruangan khusus. Siapapun dapat berpartisipasi untuk meneliti fosil-fosil tersebut atau menemukan fosil-fosil baru di situs Trinil. Namun biasanya kondisi fosil yang baru ditemukan tidak dalam keadaan utuh, hal ini dapat dimaklumi karena fosil bukanlah barang yang awet. Fosil-fosil yang ditemukan sekarang umumnya telah menyatu dengan materi letusan gunung berapi. Materi-materi gunung berapi inilah yang menyebabkan fosil awet. Karena di situs Trinil ditemukan fosil, maka dapat dipastikan bahwa di situs ini dulu pernah terjadi letusan gunung berapi, terutama gunung Lawu yang letaknya cukup dekat dengan situs Trinil. Nama situs Trinil sebagai tempat ditemukanya manusia purba memang sudah terkenal. Namun nama museum Trinil agaknya masih asing di telinga. Mungkin kurangnya sosialisasi menjadi penyebabnya. Museum Trinil memang masih kalah terkenal dibandingkan museum Sangiran, museum Trowulan, maupun museum Mpu Tantular. Namun berdasarkan letak situsnya, museum ini berada di salah satu situs warisan dunia. Ke depanya harus ada sosialisasi yang lebih gencar untuk menjaga keberadaan museum agar lebih dikenal bangsa Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya.
situs warisan dunia. Museum Trinil buka setiap hari Selasa sampai Minggu, sedangkan di hari Senin libur. Museum ini letaknya sangat dekat dengan sungai Bengawan Solo. Bahkan dapat dikatakan letaknya berada di tepi sungai Bengawan Solo. Karena letaknya inilah yang menyebabkan di situs Trinil ditemukan fosil manusia purba (Manusia purba pada saat itu banyak tinggal di tepi sungai). Manusia purba yang ditemukan disini adalah Pithecantropus Erectus. Pithecantropus Erectus termasuk manusia tertua yang hidup di jaman pleistosen tengah. Fosil manusia purba ini untuk pertama kalinya ditemukan oleh seorang ilmuwan Belanda yang bernama Eugene Dubois pada tahun 1889.
Di situs Trinil sebenarnya banyak ditemukan fosil Pithecantropus Erectus, namun sebagian besar fosil-fosil ini tidak terdapat di museum Trinil, hal ini dikarenakan fosil-fosil tersebut dibawa ke negeri Belanda. Jadi jika ingin melihat fosil-fosil tersebut harus datang ke Belanda. Yang terdapat di museum Trinil hanyalah fosil yang baru ditemukan saat ini. Bukan hanya fosil yang diketahui saja yang terdapat di museum ini. Namun fosil yang belum diketahui atau masih diteliti juga terdapat disini, Namun tentunya ditempatkan di ruangan khusus. Siapapun dapat berpartisipasi untuk meneliti fosil-fosil tersebut atau menemukan fosil-fosil baru di situs Trinil. Namun biasanya kondisi fosil yang baru ditemukan tidak dalam keadaan utuh, hal ini dapat dimaklumi karena fosil bukanlah barang yang awet. Fosil-fosil yang ditemukan sekarang umumnya telah menyatu dengan materi letusan gunung berapi. Materi-materi gunung berapi inilah yang menyebabkan fosil awet. Karena di situs Trinil ditemukan fosil, maka dapat dipastikan bahwa di situs ini dulu pernah terjadi letusan gunung berapi, terutama gunung Lawu yang letaknya cukup dekat dengan situs Trinil. Nama situs Trinil sebagai tempat ditemukanya manusia purba memang sudah terkenal. Namun nama museum Trinil agaknya masih asing di telinga. Mungkin kurangnya sosialisasi menjadi penyebabnya. Museum Trinil memang masih kalah terkenal dibandingkan museum Sangiran, museum Trowulan, maupun museum Mpu Tantular. Namun berdasarkan letak situsnya, museum ini berada di salah satu situs warisan dunia. Ke depanya harus ada sosialisasi yang lebih gencar untuk menjaga keberadaan museum agar lebih dikenal bangsa Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya.
